Kamis, 11 Juni 2009

HIDUP BERTETANGGA YANG BAIK.


Jakarta : HIDUP bertetangga yang baik harus dilandasi rasa saling menghargai dan menghormati.Tanpa itu mustahil dua rumah tangga yang telah puluhan tahun hidup berdampingan bisa hidup rukun dan saling membantu satu sama lain.

Meskipun sebetulnya kedua pihak memiliki banyak kesamaan di antara sederet perbedaan yang terkadang bisa mengganggu keharmonisan hidup bertetangga. Inilah yang kini sedang dialami Indonesia dan Malaysia, dua bangsa serumpun yang sama-sama menggunakan Melayu sebagai bahasa ibu dan memiliki cita rasa budaya yang hampir serupa.Namun akhir-akhir ini kesamaan tersebut sedang berada pada titik paling rendah karena sejumlah persoalan pelik.

Kasus perairan blok laut Ambalat menjadi isu paling utama yang menjadi ganjalan hubungan kedua negara.Saling protes,saling usir kapal, perang statemen dan saling ancam adalah bagian yang tak terpisahkan dari peliknya penyelesaian masalah perbatasan ini. Kemudian problem klasik penyiksaan dan perlakuan tidak semestinya yang diterima para TKI kita di Malaysia yang selalu berulang.Berita-berita yang menyayat hati kita ini pun seolah tak pernah habis.Nasib para TKI yang dijuluki pahlawan devisa dan pahlawan bagi keluarga itu pun seperti tidak mendapat jaminan yang memadai dari pemerintah kedua negara.

Semua begitu mudah terjadi meski sudah puluhan bahkan ratusan kali upaya diplomasi diupayakan kedua belah pihak untuk menjembatani masalah riil ini. Kasus lain yang juga berpotensi mengganggu hubungan kedua negara adalah tindakan Manohara Odelia Pinot yang kabur dari Malaysia karena tidak tahan dengan tindakan suaminya, seorang pangeran dari Kerajaan Kelantan yang disebut-sebut suka melakukan penganiayaan fisik terhadapnya. Sang model pun siap menggugat sang pangeran dan keluarga kerajaan Kelantan dengan tuduhan penganiayaan dan pemerkosaan.

Sekilas memang tidak ada kaitan langsung kasus ini dengan hubungan dua negara. Sebab kasus ini adalah persoalan hukum pidana biasa yang kebetulan menerpa rumah tangga warga Indonesia dan warga Malaysia. Namun, bila masalah ini dibiarkan berlarut-larut, tidak mustahil akan terbentuk opini publik yang memicu emosi masyarakat kedua negara. Harus kita akui,berbagai persoalan di atas telah membentuk opini di masyarakat kita bahwa Malaysia bukan lagi tetangga yang baik.

Malah sudah banyak yang mendesak agar pemerintah RI tidak lagi berkompromi dengan Malaysia yang terbukti tidak memiliki itikad baik untuk saling menghormati dan menghargai. Bahkan kita juga menangkap kesan bahwa Malaysia begitu meremehkan dan merendahkan kita karena mayoritas warga Indonesia menjadi TKI di sana. Dalam kasus Ambalat misalnya, ada kesan kuat bahwa Malaysia sengaja melakukan provokasi karena mereka sudah tahu persis seberapa besar kekuatan armada pertahanan kita.

Kita memang tidak perlu terpancing dengan berbagai provokasi yang dilakukan Malaysia. Setiap persoalan harus diselesaikan dengan aturan main yang telah disepakati dalam kerangka hubungan bilateral dan semangat kebersamaan sebagai sesama anggota ASEAN. Mengedepankan kebersamaan adalah terapi paling baik yang harus diupayakan oleh para juru runding kita.Bahwa konflik yang terus dipelihara tanpa penyelesaian yang konstruktif hanya akan merugikan kedua negara yang sama-sama sedang berupaya keras bangkit dari terpaan badai krisis global.

Pada dasarnya Malaysia dan Indonesia adalah dua negara yang saling membutuhkan dan saling mengisi.Sehebat apapun Malaysia kalau bermusuhan dengan Indonesia,kerugianlah yang akan mereka terima.Begitu pun kita,permusuhan dengan Malaysia tidak akan mendatangkan keuntungan. Dengan ketegasan sikap dan kerendahan hati kita harus mengetuk pintu hati pemerintah Malaysia bahwa mereka juga bagian dari Indonesia.Tidak sedikit para pejabat pemerintahan dan kerajaan Malaysia yang keturunan langsung dari keluarga di Indonesia.

Ini berarti Malaysia tidak hanya sebagai tetangga,tapi juga saudara yang harus saling bantu satu sama lain. Rivalitas dalam meraih kemajuan dan kemakmuran adalah sesuatu yang wajar selama dilandasi spirit saling menghargai dan menghormati. Karena mustahil ada kemajuan tanpa ada kompetisi.
PENULIS ARTIKEL : LIDRA REZA.
FOTO MILIK DARI MANOHARA ODELIA PINOT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar